Faktor Kemunduran Sains di Dunia Islam

Secara umum faktor penyebab kemunduran sains dalam isalm itu ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. kemunduran itu dikarenakan pada masa berikutnya, kegiatan saintifik lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan praktis agama. Aritmatika dipelajari karena penting untuk menghitung pembagian harta warisan. Astronomi dan geometri (atau lebih tepatnya trigonometri) diajarkan terutama untuk membantu para muwaqqit menentukan arah kiblat dan menetapkan jadwal shalat. Penjelasan semacam ini tidak terlalu tepat, sebab asas manfaat ini acapkali justru berperan sebaliknya, menjadi faktor pemicu perkembangan dan kemajuan sains.

Sedangkan faktor lainya yang menyebabkan kemunduran sains dalam dunia islam yaitu oposisi kaum konservatif, krisis ekonomi dan politik, serta keterasingan dan keterpinggiran sebagai tiga faktor utama penyebab kematian sains di dunia Islam. Ini pendapat David Lindberg (1992). Menurut dia, sains dan saintis pada masa itu seringkali ditentang dan disudutkan. Ia menunjuk kasus pembakaran buku-buku sains dan filsafat yang terjadi antara lain di Cordoba. Krisis ekonomi dan kekacauan politik amat berpengaruh terhadap perkembangan sains.

Selain itu, beberapa faktor internal seperti kelemahan metodologi, kurangnya matematisasi, langkanya imajinasi teoritis, dan jarangnya eksperimentasi, juga dianggap sebagai penyebab stagnasi sains di dunia Islam. Pendapat ini disanggah oleh Toby Huff. Menurut ia, mengapa di dunia Islam yang terjadi justru kejumudan dan bukan revolusi sains lebih disebabkan oleh masalah sosial budaya ketimbang oleh hal-hal tersebut. Buktinya, Copernicus pun didapati menggunakan model dan instrumen yang didesain oleh At Tusi. Tradisi saintifik Islam, tegas Huff, juga terbukti cukup kaya dengan pelbagai teknik eksperimen dalam bidang astronomi, optik maupun kedokteran.

Ada juga klaim yang menghubungkan kemunduran sains dengan sufisme. Memang benar, seiring dengan kemajuan peradaban Islam saat itu, muncul berbagai gerakan moral spiritual yang dipelopori oleh kaum sufi. Intinya, adalah penyucian jiwa dan pembinaan diri secara lebih intensif dan terencana. Pada perkembangannya, gerakan-gerakan tersebut kemudian mengkristal jadi tarekat-tarekat dengan pengikut yang kebanyakannya orang awam.

Popularisasi tasawuf inilah yang bertanggung jawab melahirkan sufi-sufi palsu (pseudo-sufis) dan menumbuhkan sikap irrasional di masyarakat. Tidak sedikit dari mereka yang lebih tertarik pada aspek-aspek mistik supernatural seperti keramat, kesaktian, dan sebagainya ketimbang pada aspek ritual dan moralnya. Obsesi untuk memperoleh kesaktian dan kegandrungan pada hal-hal tersebut pada gilirannya menyuburkan berbagai bentuk bid’ah, takhayyul dan khurafat. Akibatnya yang berkembang bukan sains, tetapi ilmu sihir, pedukunan dan aneka pseudo-sains seperti astrologi, primbon, dan perjimatan. 

Memasuki era modern, sikap kaum Muslim terhadap sains terpecah menjadi tiga. Ada yang anti dan menolak mentah-mentah, ada yang menelan bulat-bulat tanpa curiga sedikitpun, dan ada yang menerima dengan penuh kewaspadaan. Sikap yang pertama maupun yang kedua kurang tepat karena sama-sama ekstrem. Sikap yang paling bijak adalah bersikap adil, pandai menghargai sesuatu dan meletakkannya pada tempatnya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa kemajuan ataupun kemunduran sains dipengaruhi oleh dan tergantung pada banyak faktor internal maupun eksternal.

Repost pendapat : [Syamsuddin Arif Peneliti INSISTS ]

Penulis : BaseKepoCamp ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Faktor Kemunduran Sains di Dunia Islam ini dipublish oleh BaseKepoCamp pada hari Minggu, 28 Oktober 2012. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 1komentar: di postingan Faktor Kemunduran Sains di Dunia Islam
 

1 komentar:

  1. Penulis yang saya hormati, saya bukan muslim tapi sepakat atas auto kritik anda, ada yang perlu yang diluruskan kayaknya dengan keyakinan kaum anda yang secara sistematis membangun ekklusifisme di kalangan anda sendiri. Setiap hari tayangan TV nasional sebagian besar acaranya adalah pencerahan dari sudut pandang relegi, sdikit sedikit mengkaitkan dengan agama, dari urusan sosial budaya, politik, pendidikan hingga sains. Bahkan terakhir konsep bumi bulat pun kembali dikritisi. Saya gak tabu masalah kritis mengkritisi masalah konsep bumi bulat, dan itu sah keberadaannya dalam sains. Mata saya terbelalak, hampir tanggapan para komentator tentang permasalahan satu ini 90% setuju untuk menganulir konsep bumi itu bulat. Ada apa ini ? Bahkan secara tidak ilmiah beberapa video di buat seolah olah benar benar merupakan kajian ilmiah untuk mendebat dan mengajukan hipotesis baru bahwa bumi itu datar . Saya bingung, hampir 90% komentator sepakat dengan bumi itu datar. Artinya konsep bumi bulat yang diajarkan di sekolah tidak benar benar dipahami. Dan itu artinya kegagalan sistem pendidikan Indonesia selama ini. Coba bayangkan berapa besar kerugian dan kemunduran akibat dari mundurnya pemahaman bidang sains mendasar tersbut. Bumi bulat di dipertanyakan, bukan berarti tidak boleh mempertanyakan, tapi mereka mengajukan hipotesis bumi datar. Ini sungguh menggelikan dari konsep sains.

    BalasHapus